Rabu, 19 September 2018

RELASI SESAMA MANUSIA ANTARA PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Mencari ilmu merupakan suatu kewajiban yang harus ditempuh bagi setiap manusia, seperti yang disabdakan Rosulullah SAW :
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ شِنْظِيرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : " طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، وَوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيرِ الْجَوْهَرَ، وَاللُّؤْلُؤَ، وَالذَّهَبَ "(رواه ابن  ماجه)
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar, berkata: telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Sulaiman, berkata: telah menceritakan kepada kami Katsir bin Syinzhir dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik, ia berkata; Rasulullah SAW. bersabda: “menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan orang yang meletakan ilmu bukan pada ahlinya, seperti seseorang yang mengalungkan mutiara, intan dan emas ke leher babi”. (H.R. Ibnu Majah)
Telah kita ketahui pada hadits tersebut bahwasannya mencari ilmu merupakan suatu kewajiban bukan hanya bagi kaum Adam, bahkan kaum Hawa pun diwajibkan unuk mencarinya dan ilmu tersebut akan diperoleh tentunya dengan melalui proses pembelajaan.
Di dalam sebuah lembaga pendidikan terdapat pendidik dan peserta didik. Dimana pendidik adalah orang yang bertanggung jawab mendidik, membimbing dan bertanggung jawab atas perkembangan dan pertumbuhan peserta didiknya serta upaya membangkitkan usaha peserta didik dalam meningkatkan potensiya dan upaya untuk melatih bakat, minat dan keterampilan atau kemampuan  peserta didiknya. Selain itu pendidik adalah orang yang bertugas mendewasakan anak dan menjadi manusia yang berilmu pengetahuan. Sedangkan Peserta didik merupakan raw material bahan mentah) dalam proses transformasi dalam pendidikan. Dengan demikian maka terdapat hubungan yang sangat erat antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan makalah ini dirumuskan dengan pertnyaan sebagai berikut:
1.      Apa hakikat dari pendidik dan peserta didik?
2.      Bagaimana hubungan atau relasi antara pendidik dan peserta didik?

C.  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui hakikat pendidik dan peserta didik.
2.      Mengetahui hubungan atau relasi antara pendidik dan peserta didik.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Hakikat Pendidik dan Peserta Didik
1.    Pengertian Pendidik
Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari WJS, Poerwadarminta pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan, bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris, Mu’alim dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen, pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya.
Kata ustadz jamak asatidz yang berarti teacher (guru), professor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair. Adapun kata mudarris berarti teacher (guru) instruktur (pelatih) dan lecturer (dosen), selanjutnya kata mu'allim yang juga berarti teacher (guru), inscruktur (pelatih), trainer (pemandu). Selanjutnya kata mu'addib berarti educator pendidik dan teacher in koranic school (guru dalam lembaga pendidikan Alqur`an).
Beberapa kata di atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, karena keseluruhan kata tersebut mengacu kepada seorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan diberikan.
Dengan demikian kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. Orang yang melakukan kegiatan ini bisa siapa saja dan di mana saja. Di rumah, orang yang melakukan tugas tersebut adalah kedua orang tua, karena secara moral dan teologis merekalah yang diserahi tanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Selanjutnya di sekolah tugas tersebut dilakukan oleh guru, dan di masyarajat dilakukan oleh organisasi-organisasi kependidikan dan sebagainya. Atas dasar ini maka yang termasuk ke dalam pendidik itu biasanya kedua orang tua, guru, tokoh masyarakat dan sebagainya.
Dari istilah-istilah sinonim di atas, kata pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan dimana saja. Secara luas dalam keluarga adalah orang tua, guru jika itu disekolah, di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyai dan lain sebagainya.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 39 (2) menjelas bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. Sementara itu sebutan pendidik dengan kualifikasi dosen merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Adapun pengertian pendidik menurut istilah yang lazim digunakan di masyarakat telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Ahmad Tafsir, misalnya mengatakan bahwa pendidik dalam Islam, sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Selanjutnya ia mengatakan bahwa dalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah-ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal: pertama, karena kodrat, yaitu karena orang tua di takdirkan bertanggung jawab mendidik anaknya; kedua, karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya sukses anaknya adalah sukses orang tua juga.

2.    Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
Keutamaan seorang pendidik terletak pada tugas mulai yang diembannya. Tugas yang diemban pendidik sama dengan tugas Rasul. Artinya pendidik sebagai warasat al-anbiya’ pada hakikatnya mengemban misi rahmatan lil ‘alamin yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum allah guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.
Menurut al Ghazali tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk bertagarrub kepada Allah. Abd. Al Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik yaitu:  pertama, menyucikan yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara dan pengembangan fitrah manusia. Kedua, tugas pengajaran yakni mentransformasikan pengetahuan dan menginternalisasikan nilai-nilai agama kepada manusia.
Menurut Abd al-Rahman al-Nahlawi tanggung jawab pendidik adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’atnya, mendidik diri supaya beramal saleh dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. (Humaidi: 157-158)
Tanggung jawab guru adalah mencerdaskan kehidupan anak didiknya. Guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat, menurut Wens Tanlain dan kawan-kawan (1989:31) ialah:
a.    Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan
b.    Memikul tugas dengan bebas, berani, gembira.
c.    Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbauatannya serta akibat-akibat yang timbul
d.   Menghargai orang lain, termasuk anak didik.
a.    Bijaksana dan hati-hati
b.    Takwa terhadap tuhan yang maha esa.
Jadi guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didk.Dengan demikian tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa yang akan datang.

3.    Pengertian Peserta Didik
Peserta didik merupakan bagian dalam sistem pendidikan Islam, peserta didik adalah objek atau bahan mentah dalam proses transformasi pendidikan. Tanpa adanya peserta didik, keberadaan sistem pendidikan tidak akan berjalan. Karena kedua faktor antara pendidik dan peserta didik merupakan komponen paling utama dalam suatu sistem pendidikan.
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidh jamaknya adalah Talamidh, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang menginginkan pendidikan”. Dalam bahasa Arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu.”
Secara bahasa juga dapat diartikan bahwa peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan yang menyangkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.
Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun pikiran. (Drs. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati, 2006: 40)
Peserta didik menurut ketentuan umum Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional yaitu: Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Peserta didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. (H.Marifin, 1991: 144)
Peserta didik adalah individu yang memiliki kepribadian, tujuan, cita-cita hidup dan potensi diri, oleh karena itu tidak dapat diperlakukan semena-mena. Peserta didik adalah orang yang memilki pilihan untuk menuntut ilmu sesuai dengan cita-cita dan harapan masa depannya. Peserta didik adalah sosok manusia sebagai individu/ pribadi manusia seutuhnya atau orang yang tidak bergantung dari orang lain dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dipaksa dari luar, mempunyai sifat dan keinginan sendiri. (Eka Prihatin, 2011: 4)
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa peserta didik adalah orang/ individu yang mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuanya agar tumbuh dan berkembang dengan baik serta memiliki kepuasan dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh gurunya.

4.    Dimensi Peserta Didik
Menurut Widodo Supriyono, manusia merupakan makhluk multidimensional yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Secara garis besar Widodo Supriyono membagi manusia dimensi menjadi dua, yaitu dimensi fisik dan rohani. Secara rohani, manusia mempunyai potensi kerohanian yang tidak terhingga banyaknya. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (Ramayulis, 2008: 84), membagi manusia menjadi tujuh dimensi pokok, yaitu dimensi, akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan, dan sosial kemasyarakatan. Melalui pendidikan Islam, semua dimensi tersebut harus ditumbuh kembangkan. Adapun dimensi-dimensi yang dimiliki oleh peserta didik yaitu, di antaranya:
a.    Dimensi fisik atau jasmani; Fisik atau jasmani terdiri atas organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna dibandingkan organisme-organisme makhluk lainnya. Pada dimensi ini, proses penciptaan manusia memiliki kesamaan dengan hewan atau tumbuhan, sebab semuanya termasuk dari alam.
b.    Dimensi akal; Al-Ishfahami, membagi akal manusia menjadi dua macam yaitu Aql Al-Mathhu’ merupakan akal yang menduduki posisi yang sangat tinggi, namun tidak bias berkembang tanpa adanya kekuatan dari akal lainnya, dan Aql al-masmu yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan oleh manusia. Keberadaan akal Aql al-masmu tidak dapat dilepaskan karena untuk mengarahkan agar akal tetap berada di jalan tuhannya. Akal ini bersifat aktif dan berkembang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya lewat proses panca indera.  (Ramayulis. 2008: 85)
c.    Dimensi keberagamaan; Manusia adalah makhluk yang berketuhanan atau disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut homo religious artinya makhluk yang beragama. Berdasarkan hasil riset dan observasi, hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebiut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan. (Ramayulis. 2008: 87)
d.   Dimensi akhlak; Salah satu dimensi manusia yang sangat diutamakan dalam pendidikan Islam adalah akhlak. Dalam Islam akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan agama sehingga dikatakan bahwa akhlak tidak dapat lepas dari pendidikan agama. Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dari dari awal muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam Islam bersumber pada iman dan taqwa dan mempunyai tujuan langsung yang dekat yaitu diri dan tujuan jauh, yaitu ridha dari Allah SWT. (Ramayulis. 2008: 88-89)
e.    Dimensi rohani (kejiwaan); Tidak jauh berbeda dengan dimensi akhlak, dimensi rohani adalah dimensi yang sangat penting dan harus ada pada peserta didik. Hal ini dikarenakan rohani (kejiwaan) harus dapat mengendalikan keadaan manusia untuk hidup bahagia, sehat, merasa aman dan tenteram. Penciptaan manusia tidak akan sempurna sebelum ditiupkan oleh Allah sebagian ruh baginya. (Ramayulis. 2008: 90-91) Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi yang sangat penting, dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar dapat hidup sehat, tentreram dan bahagia. Penciptaan manusia mengalami kesempurnaan setelah Allah SWT. meniupkan sebagian ruh ciptaan-Nya.
f.     Dimensi seni (keindahan); Seni adalah ekspresi roh dan daya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Seni adalah bagian dari hidup manusia. Allah SWT. telah menganugerahkan kepada manusia berbagai potensi rohani maupun indrawi (mata, telinga, dan lain sebagainya). Seni sebagai salah satu potensi rohani, maka nilai seni dapat diungkapkan oleh perorangan sesuai dengan kecenderungannya, atau oleh sekelompok masyarakat sesuai dengan budayanya, tanpa adanya batasan yang ketat kecuali yang digariskan Allah SWT. (Ramayulis. 2008: 93-94)
g.    Dimensi sosial; Seorang manusia adalah makhluk individual dan secara bersamaan adalah makhluk sosial. Dimensi sosial bagi manusia sangat erat kaitannya dengan sebuah golongan, kelompok, maupun lingkungan masyarakat. Lingkungan terkecil dalam dimensi sosial adalah keluarga, yang berperan sebagai sumber utama peserta didik untuk membentuk kedewasaan. Di dalam Islam dimensi sosial dimaksudkan agar manusia mengetahui bahwa tanggung jawab tidak hanya diperuntukkan pada perbuatan yang bersifat pribadi namun perbuatan yang bersifat umum. Dalam dimensi sosial seorang peserta didik harus mampu menjalin ikatan yang dinamis antara keperntingan pribadi dengan kepentingan sosial. Ikatan sosial yang kuat akan mendorong setiap manusia untuk peduli akan orang lain, menolong sesama serta menunjukkan keimanan kepada Allah SWT. (Ramayulis, 2008: 95-96)

B.  Relasi Secara Manusia antara Pendidik dan Peserta Didik
Pendidikan seharusnya dipahami sebagai suatu proses timbal balik tiap-tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman (sesama teman), dan dengan alam semesta. Dari proses pendidikan tersebut dapat menimbulkan perubahan pada pribadi manusia, sebagaimana pendapat Sir gord Frey Thomas dalam A Modern Philosophy of Education dijelaskan bahwa “By Education means the influence of environment upon the individual to produce a permanent change in his habits behaviour, of thoung, and of attitude”. Artinya yang dimaksud dengan pendidikan adalah hasil pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan yang bersifat permanen di dalam kebiasaan, tingkah laku, pemikiran dan sikap.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa dalam proses pendidikan yang berlangsung, tidak lepas dari intraction education (hubungan antara peserta didik dengan guru). Di mana seorang peserta didik itu dalam menuntut ilmu bukan mencari lembaga tetapi mencari guru, mengapa? Karena seorang peserta didik ini akan mengabdi kepada gurunya. Hubungan yang terjalin antara peserta didik dengan guru selalu intim, sebagaimana peserta didik menghormati gurunya seperti seorang ayah dan mematuhinya, bahkan dalam hal-hal pribadi yang tidak langsung berkaitan dengan pendidikannya secara formal.
Ada empat bentuk/pola interaksi antara guru dan murid:
1.    Pengajaran berlangsung dalam bentuk transfer pengetahuan, dimana guru sebagai pemberi dan murid sebagai penerima. Dalam hal ini guru memberikan segala pengetahuan, segala kebenaran, dan segala yang dibutuhkan siswa di sekolah (teacher centered) siswa adalah objek yang pasif. Hubungan antara guru dan siswa berlangsung secara sepihak.metode yang digunaakn dalam belajar adalah ceramah.
2.    Pengajaran berlangsung dalam bentuk saling memberi dan menerima, dimana guru berfungsi sebagai mediator, motivator, dan fasilitator agar siswa tahu, mau, dan beraktifitas untuk belajar.guru hanya salah satu sumber belajar, siswa merupakan objek dan sekaligus subjek dalam kegiatan PBM. Hubungan guru dan murid berlangsung timbal balik (dua arah). pada pola ini siswa pasif tetapi sudah mulai aktif, tetapi masih terbatas antara siswa dengan guru.metode mengajar yang digunakan adalah tanya jawab, demonstrasi, atau pemberian tugas.
3.    Pengajaran berlangsung dalam bentuk hubungan interaktif antara guru dan siswa dan antara siswa dengan sesamanya.guru berperan sebagai pembimbing. Pembina dan fasilitator.siswa merupaakn subjek dan objek, mereka aktif belajar, melaksanakn tugas, dapat menerima pengalaman dari siswa lain.setiap siswa dimotivasi untuk ikut aktif dan berperan serta dalam PBM. Pola ini merupakan pola yang abik dipilih guru karena memberikan peluang kepada siswa untuk menmgembnagkan kreatifitsanya. Metode yang digunakan guru adalah: diskusi, bermain peanaa, dan kerja kelompok.
4.    Pengajaran berlangsung dalam bentuk proses interaksi siswa dengan siswa dan kosultasi denagn guru. Guru berperan sebagai konsultan, membei motivasi.dan suaasna agar siswa aktif sesamanya, saling membimbing dan mengarahkan. Siswa berupaya mengentaskan atau menyelesaikan masalah atas inisiatif sendiri melalui diskusi, penelitian, observasi, aatu mengadakan kegiaatn bersama. Dalam hal ini siswa bebas memanfaatkan semua sumber belajar yang ada. Pola ini merupakan salah satu pola yang dianjurkan pemakaiannya, mengingat dengan metoda problem solving, tujuan pengajaran dari aspek pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap dapat dicapai. (Afnibar, 2005: 53-58)
Interaksi antara manusia selalu mempunyai motif-motif tertentu guna memenuhi tuntutan  hidup dan kehidupan  mereka masing-masing.interaksi yang berlangsung  di sekitar kehidupan manusia  dapat diubah menjadi “interaksi yang bernilai edukatif”  yakni interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuataan seseorang. Interkasi yang bernilai pendidikan ini dalam dunia pendidikan di sebut sebagai “interaksi edukatif”.
Interaksi edukatif harus menggambarkan hubungan aktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagi meduimnya, sehingga interaksi itu merupakan hubungan yang bermakna dan kreatif. Semua unsur interaksi Edukatif harus berproses dalam ikatan tujuan pendidikan.karena itu, interaksi edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.
Proses interaksi edukatif adalah suatu proses yang menganding sejumlah norma. Semua norma itulah yang harus guru transfer kepada anak didik.dan dapat dikatakan bahwa interaksi edukatif adalahhubungan dua arah antaar guru dan murid dengan sejumlah norma sebagai mediumnya intuk mencapai tujuan pendidikan. (Djamarah, 2000: 11)
Dalam interaksi antara pendidik dan peserta didik ini akan membentuk hubungan timbal balik antara hak pendidik yang akan menjadi suatu kewajiban bagi peserta didik dan kewajiban pendidik yang akan menjadi hak peserta didik. Hubungan antara pendidik dan peserta didik digambarkan dalam kitab Al-Risalah Al-Maimuniyah karya Syaikh Imam Ali bin Maimun dalam 4 konsep berikut:
1.    Pendidik dan peserta didik hendaknya selalu bersama, atau peserta didik selalu mengikuti pendidik.
Memandangkan kedudukan guru itu sangat mulia, maka seharusnya mereka dihormati dan dikenang jasanya sepanjang hayat. Para sahabat dan salaf al-soleh merupakan suri tauladan umat manusia yang telah memberikan banyak contoh dalam menghormati seorang guru. Rasulullah sallallahualaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا (رواه احمد)
Artinya: “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan pandangannya).” (Riwayat Ahmad)
Diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi rahimahullah, Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu mengatakan:
تَوَاضَعُوا لِمَنْ تَعَلَّمُونَ مِنْهُ
Artinya: “Tawadhu’lah kalian terhadap orang yang mengajari kalian.”
Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah (dalam kitabnya Hilyah Tolib al-Ilm) mengatakan (mafhumnya), “Beradab lah dengan yang terbaik pada saat kamu duduk bersama syaikhmu, gunakanlah cara yang terbaik ketika bertanya dan mendengarkannya.”
Manakala Ibnu al-Jamaah mengatakan (mafhumnya), “Seorang penuntut ilmu harus duduk dengan sopan di hadapan gurunya, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak menyelunjurkan kaki, tidak bersandar, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi dari gurunya juga tidak membelakangi gurunya.”
Guru harus diperlakukan lebih dari orang pada umumnya. Hal ini karena para guru sesungguhnya pewaris para Nabi. Para guru mewariskan kepada para peserta didiknya ilmu, yang membuat peserta didik mencapai pribadi utama. Nabi SAW mengatakan, dengan diwariskannya ilmu kepada peserta didik, maka peserta didik mendapat keberuntungan yang sangat besar.
Abuddin Nata dan Fauzan mengatakan bahwa peserta didik hendaklah menghormati, memuliakan dan mengagungkannya karena Allah, dan berupaya menyenangkan hati guru dengan cara yang baik. Peserta didik juga mesti bersikap sopan dan mencintai guru karena Allah, selektif dalam bertanya dan tidak berbicara kecuali setelah mendapat perkenan dari guru. Jika peserta didik melakukan kesalahan kepada guru, maka segera mengakuinya dan meminta maaf  kepada guru.

2.    Peserta didik selalu meminta bimbingan dan petunjuk  dari pendidiknya.
Sebagai seorang peserta didik hendaknya selalu mendengarkan dan berkumpul dengan guru. Tanpa bimbingan dan tunjuk ajar dari mereka kita tidak mempunyai asas yang kuat untuk mengamalkan kefardhuan asas dalam Islam. Kita sedar bahawa ilmu yang ada pada diri kita ini sebenarnya hanyalah sedikit.
Para sahabat Rasulullah SAW, tidak pernah kita dapati mereka beradab buruk kepada Nabi, mereka tidak pernah memotong ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya. Bahkan Umar bin al-Khattab RA. yang terkenal keras wataknya tidak pernah meninggikan suaranya di depan Rasulullah SAW. Hadits yang dikeluarkan daripada Abi Said al-Khudry RA. juga menjelaskan:
كُنَّا جُلُوسًا فِي الْمَسْجِدِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَلَسَ إلَيْنَا وَلَكَأَنَّ عَلَى رُءُوسِنَا الطَّيْرَ، لَا يَتَكَلَّمُ أَحَدٌ مِنَّا (رواه مسلم)
Artinya: “Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah sallallahualaihi wasallam, kemudian beliau duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tidak ada satu pun daripada kami yang berbicara.” (H.R. Muslim)
Selain itu, Sebagai seorang peserta didik yang baik, juga harus menjauhkan diri dari persoalan-persoalan duniawi, mengurangi keterikatan dengan dunia dan masalah-masalahnya dapat mengganggu lancarnya penguasaan ilmu. Dan menjauhkan dari kaum keluarga dan kampung halaman sebab segala hubungan itu mempengaruhi dan memalingkan hati kepada yang lain.
Al-Ghazali mengatakan: Menyedikitkan hubungan dengan kesibukan-kesibukan dunia menjauh dari keluarga dan tanah air, karena hubungan-hubungannya itu menyibukkan dan memalingkan.

3.    Pendidik dan peserta didik memiliki tujuan yang sama.
Di dalam Alqur`an terdapat kisah adab yang baik seorang peserta didik terhadap gurunya, kisah Nabi Musa dan Khidir. Pada saat Nabi Musa AS. meminta Khidir untuk mengajarkannya ilmu. Allah berfirman dalam surah al-Kahfi ayat 67:
إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْراً (الكهف: ٦۷)
Artinya: “Khidir menjawab, sungguh engkau (Musa) tidak akan sanggup sabar bersamaku.” (Q.S. Al-Kahfi: 67)
Nabi Musa dengan segenap ketinggiannya di hadapan Allah, tidak diizinkan untuk mengambil ilmu dari Khidir. Allah berfirman dalam Alqur`an surah al-Kahfi ayat 70:
فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْراً (الكهف: ۷۰)
Artinya: “Khidir berkata, jika engkau mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku tentang sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya.” (Q.S. Al-Kahfi: 70)
Jangan bertanya sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada Musa. Maka jika seorang guru tidak mengizinkan untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah sampai guru mengizinkan bertanya.
Bagaimana perasaan seorang guru jika melihat peserta didik sekaligus lawan bicaranya dan tidak mahu mendengar saranannya? Sungguh rugilah para peserta didik yang membuat hati gurunya kecewa kerana tidak mengendahkan percakapannya.
Banyak dari kalangan salaf berkata;
ما صليت إلا ودعيت لوالدي ولمشايخي جميعاً
Artinya: “Tidaklah aku mengerjakan solat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru-guruku semuanya.”
Benar, para guru bukanlah malaikat, mereka tetap berbuat kesalahan. Tetapi janganlah kita mencari-cari kesalahannya dan mengunjingnya di khalayak. Sungguh mulia akhlak para Salaf terdahulu dalam doanya:
اللهم استر عيب شيخي عني ولا تذهب بركة علمه مني
Artinya: “Ya Allah tutupilah aib guruku dariku, dan janganlah kau hilangkan keberkahan ilmuya dari ku.”
Namun, hal ini bukanlah berarti ia menjadi penghalang untuk menegur guru di atas kesalahannya yang jelas, iaitu dengan meneliti adab dalam menegur mulai dari cara yang sopan, lembut saat menegur dan tidak menegurnya di depan orang ramai. Bersabarlah dalam mendampingi mereka dan jangan berpaling darinya untuk mengambil keberkatan ilmunya. Allah berfirman dalam Alqur`an surah al-Kahfi ayat 28:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا (الكهف: ۲٨)
Artinya: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (kerana) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Q.S. Al-Kahfi: 28)
Al-Ghazali mengatakan: Tidak sombong karena ilmu dan tidak menentang guru namun ia serahkan kendali urusannya kepada guru itu secara keseluruhan dalam setiap rincian dan mendengarkan dokter yang sayang dan cerdik. Seorang pelajar itu jangan menyombong dengan ilmunya dan jangan menentang gurunya.

4.    Peserta didik selalu mengingat jasa-jasa pendidik.
Sebagai seorang peserta didik hendaknya selalu mengingat jasa-jasa guru yang telah menyelamatnya dari kelamnya dunia kegelapan atau kebodohan. Cara seorang peserta didik mencintai gurunya adalah mendoakan guru dengan mengirim Fatihah adalah suatu cara batin untuk saling mengenal ruh, dan sudah bisa dipastikan selama guru anda itu orang baik baik, dapat dipastikan anda akan dekat dengannya di hari kiamat, sebagaimana Hadits Rasul SAW bahwa seseorang itu akan bersama orang yang ia cintai.
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan oleh peserta didik dalam mencintai gurunya: 1) mencintai mereka seperti mencintai diri sendiri. Tidak mengistimewakan diri sendiri atas mereka; 2) Setiap kali berjumpa mereka, engkau harus bersedia memulai salam, mengajak bersalaman dan berbicara manis. Rasulullah saw bersabda, “Apabila dua orang muslim bersalaman, telapak tangan keduanya tiada lepas sebelum Allah memberikan ampunan pada keduanya” (HR. Ath-Thabrani); dan 3) Memperlakukan mereka dengan akhlak yang baik. Engkau harus memperlakukan mereka dengan perlakuan yang kau senangi bila mereka memperlakukanmu dengan perlakuan itu, dengan cinta dan kasih sayang. Akhlak yang baik itu merupakan penghimpun kebaikan. Cukuplah pujian Allah terhadap Rasulullah sebagai bukti dalam Alqur`an surat Al-Qalam ayat 4:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم: ٤)
Artinya: Sesungguhnya engkau benar-benar berada dalam akhlak yang agung. (QS. Al-Qalam: 4)
Rasulullah SAW bersabda:
اكمل المؤمنين ايمانا احسنهم خلقا (رواه الترمذي وابن حبان)
Artinya: Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling sempurna akhlaknya (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Salah seorang ‘Arif berkata, “Tidaklah seorang mulia menjadi mulia kerena banyak shalat atau banyak puasa, tidak pula karena banyak mujahadah. Seorang menjadi mulia dengan akhlak yang baik”. Standar mulia seseorang tidak ditentukan oleh banyaknya ibadah, banyaknya zikir dan suluk tapi oleh akhlak, apa bila akhlaknya buruk maka tidak ada kemuliaan pada diri orang tersebut. Imam Al-Junaid berkata, “Ada empat hal yang bisa mengangkat seorang hamba mencapai derajat paling tinggi, meskipun amal dan ilmunya amat sedikit. Yakni: bijaksana, berendah diri (tawadhu’), dermawan dan budi pekerti yang baik”.
Pada tahap selanjutnya Guru akan mengajarkan banyak hal tentang persahabatan, cinta kasih dan sikap saling menyayangi diantara sesama peserta didik. Guru saya pernah menasehati kepada peserta didiknya, “Diantara kalian harus saling menyanjung”, makna menyanjung disini adalah memberikan pujian terhadap hal yang baik dari saudara. Beliau juga berkata, “Janganlah diantara kalian saling menjatuhkan dan mencari-cari kesalahan saudara sendiri”. Sangat mudah bagi kita untuk mencari kesalahan orang lain karena itu memang sifat alamiah manusia. Karena itu Guru memberikan nasehat kepada peserta didiknya agar tidak mencari-cari kesalahan saudaranya yang akan berakibat perpecahan diantara sesama peserta didik.



BAB III
KESIMPULAN

1.    Pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. Orang yang melakukan kegiatan ini bisa siapa saja dan di mana saja. Di rumah, orang yang melakukan tugas tersebut adalah kedua orang tua, karena secara moral dan teologis merekalah yang diserahi tanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Selanjutnya di sekolah tugas tersebut dilakukan oleh guru, dan di masyarajat dilakukan oleh organisasi-organisasi kependidikan dan sebagainya.
2.    Peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun pikiran.
3.    Interaksi antara pendidik dan peserta didik ini akan membentuk hubungan timbal balik antara hak pendidik yang akan menjadi suatu kewajiban bagi peserta didik dan kewajiban pendidik yang akan menjadi hak peserta didik. Hubungan antara pendidik dan peserta didik digambarkan dalam kitab Al-Risalah Al-Maimuniyah karya Syaikh Imam Ali bin Maimun dalam 4 konsep: 1) Pendidik dan peserta didik hendaknya selalu bersama, atau peserta didik selalu mengikuti pendidik; 2) Peserta didik selalu meminta bimbingan dan petunjuk  dari pendidiknya; 3) Pendidik dan peserta didik memiliki tujuan yang sama; dan 4) Peserta didik selalu mengingat jasa-jasa pendidik.


DAFTAR PUSTAKA

Afnibar (2005). Memahami Profesi dan Kinerja Guru. The Minangkabau Foundation, Jakarta Barat.

Al-Abrasyi, Mohd. Athiyad (1987). Dasar-dasar pokok Prndidikan Islam.  Bulan Bintang, Jakarta.

Ali Khan, Shafique (2005). Filsafat pendidikan . CV. Pustaka Setia, Bandung.

Asnawir. (2003). Dasar-dasar kependidikan. IAIN Press, Padang.

Athiyah, Mohammad (1970). Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam. Bulan Bintang, Jakarta.

Azhari, Akyas (1996). Psikologi pendidikan. PT. Karya Toha Putra, Semarang.

Djamarah, Syaiful Bahri (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Hasan, M. Ali dan Mukti Ali (2003). Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam. CV. Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta.

Lunggung, Hasan (1988). Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21. Pustaka al-Husna, Jakarta.

Nata, Abuddin (1997). Filsafat pendidikan islam. Logos Wacana Ilmu, Jakarta.

Nizar, Samsul (2002). Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan historis teoritis dan praktis. Ciputat Pres, Jakarta.

Ramayulis & Nizar Samsul (2009). Filsafat Pendidikan Islam. Kalam Mulia, Jakarta.

Tafsir, Ahmad (1992). Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam. Rosdakarya, Bandung.

Tatapangasara, Humaidi (tt). Akhlak yang Mulia. PT. Bina Ilmu, Surabaya.

Syaikh ‘Ali bin Maimun. (2005). Al-Risalah Al-Maimuniyah. Al-Haramain, Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar