BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Mencari
ilmu merupakan suatu kewajiban yang harus ditempuh bagi setiap manusia, seperti
yang disabdakan Rosulullah SAW :
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ سُلَيْمَانَ،
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ شِنْظِيرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : " طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى
كُلِّ مُسْلِمٍ، وَوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيرِ
الْجَوْهَرَ، وَاللُّؤْلُؤَ، وَالذَّهَبَ "(رواه ابن ماجه)
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar, berkata:
telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Sulaiman, berkata: telah menceritakan
kepada kami Katsir bin Syinzhir dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik, ia
berkata; Rasulullah SAW. bersabda: “menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim. Dan orang yang meletakan ilmu bukan pada ahlinya, seperti seseorang
yang mengalungkan mutiara, intan dan emas ke leher babi”. (H.R. Ibnu Majah)
Telah kita ketahui pada hadits tersebut bahwasannya mencari ilmu
merupakan suatu kewajiban bukan hanya bagi kaum Adam, bahkan kaum Hawa pun
diwajibkan unuk mencarinya dan ilmu tersebut akan diperoleh tentunya dengan
melalui proses pembelajaan.
Di dalam sebuah lembaga pendidikan terdapat
pendidik dan peserta didik. Dimana pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
mendidik, membimbing dan bertanggung jawab atas perkembangan dan pertumbuhan
peserta didiknya serta upaya membangkitkan usaha peserta didik dalam
meningkatkan potensiya dan upaya untuk melatih bakat, minat dan keterampilan
atau kemampuan peserta didiknya. Selain itu pendidik adalah orang yang
bertugas mendewasakan anak dan menjadi manusia yang berilmu pengetahuan.
Sedangkan Peserta didik merupakan raw material bahan mentah) dalam
proses transformasi dalam pendidikan. Dengan
demikian maka terdapat hubungan yang sangat erat antara pendidik dan peserta
didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka penulisan makalah ini dirumuskan dengan pertnyaan
sebagai berikut:
1.
Apa
hakikat dari pendidik dan peserta didik?
2.
Bagaimana
hubungan atau relasi antara pendidik dan peserta didik?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1.
Mengetahui
hakikat pendidik dan peserta didik.
2.
Mengetahui
hubungan atau relasi antara pendidik dan peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Pendidik dan Peserta Didik
1.
Pengertian
Pendidik
Dari segi bahasa,
seperti yang dikutip Abudin Nata dari WJS, Poerwadarminta pengertian pendidik
adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan, bahwa pendidik
adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam
bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz,
Mudarris, Mu’alim dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru,
dosen, pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya.
Kata ustadz
jamak asatidz yang berarti teacher (guru), professor (gelar
akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair. Adapun
kata mudarris berarti teacher (guru) instruktur (pelatih) dan lecturer
(dosen), selanjutnya kata mu'allim
yang juga berarti teacher (guru), inscruktur (pelatih), trainer (pemandu). Selanjutnya kata mu'addib
berarti educator pendidik dan teacher in koranic school (guru dalam
lembaga pendidikan Alqur`an).
Beberapa kata di
atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, karena keseluruhan kata
tersebut mengacu kepada seorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau
pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukan
adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan
keterampilan diberikan.
Dengan demikian kata
pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan
dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan
sebagainya. Orang yang melakukan kegiatan ini bisa siapa saja dan di mana saja.
Di rumah, orang yang melakukan tugas tersebut adalah kedua orang tua, karena
secara moral dan teologis merekalah yang diserahi tanggung jawab pendidikan
anak-anaknya. Selanjutnya di sekolah tugas tersebut dilakukan oleh guru, dan di
masyarajat dilakukan oleh organisasi-organisasi kependidikan dan sebagainya.
Atas dasar ini maka yang termasuk ke dalam pendidik itu biasanya kedua orang
tua, guru, tokoh masyarakat dan sebagainya.
Dari istilah-istilah
sinonim di atas, kata pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang
yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan,
pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan dimana saja. Secara luas dalam
keluarga adalah orang tua, guru jika itu disekolah, di kampus disebut dosen, di
pesantren disebut murabbi atau kyai dan lain sebagainya.
Undang-undang No. 20
Tahun 2003, Pasal 39 (2) menjelas bahwa pendidik merupakan tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. Sementara itu sebutan
pendidik dengan kualifikasi dosen merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat.
Adapun pengertian pendidik menurut istilah
yang lazim digunakan di masyarakat telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan.
Ahmad Tafsir, misalnya mengatakan bahwa pendidik dalam Islam, sama dengan teori
di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak
didik. Selanjutnya ia mengatakan bahwa dalam Islam, orang yang paling
bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah-ibu) anak didik. Tanggung jawab
itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal: pertama, karena kodrat, yaitu
karena orang tua di takdirkan bertanggung jawab mendidik anaknya; kedua, karena
kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan
perkembangan anaknya sukses anaknya adalah sukses orang tua juga.
2. Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
Keutamaan seorang pendidik terletak pada tugas
mulai yang diembannya. Tugas yang diemban pendidik sama dengan tugas Rasul.
Artinya pendidik sebagai warasat al-anbiya’ pada hakikatnya mengemban misi
rahmatan lil ‘alamin yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan
patuh pada hukum-hukum allah guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.
Menurut al Ghazali tugas pendidik yang utama
adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk bertagarrub
kepada Allah. Abd. Al Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik yaitu: pertama, menyucikan yakni berfungsi sebagai
pembersih, pemelihara dan pengembangan fitrah manusia. Kedua, tugas pengajaran
yakni mentransformasikan pengetahuan dan menginternalisasikan nilai-nilai agama
kepada manusia.
Menurut Abd al-Rahman al-Nahlawi tanggung
jawab pendidik adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan
melaksanakan syari’atnya, mendidik diri supaya beramal saleh dan mendidik
masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling
menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta
menegakkan kebenaran. (Humaidi: 157-158)
Tanggung jawab guru adalah mencerdaskan
kehidupan anak didiknya. Guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat,
menurut Wens Tanlain dan kawan-kawan (1989:31) ialah:
a. Menerima dan
mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan
b. Memikul tugas
dengan bebas, berani, gembira.
c. Sadar akan
nilai-nilai yang berkaitan dengan perbauatannya serta akibat-akibat yang timbul
d. Menghargai
orang lain, termasuk anak didik.
a. Bijaksana dan
hati-hati
b. Takwa terhadap
tuhan yang maha esa.
Jadi guru harus
bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka
membina jiwa dan watak anak didk.Dengan demikian tanggung jawab guru adalah
untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna
bagi agama, nusa, dan bangsa yang akan datang.
3. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik merupakan bagian dalam sistem
pendidikan Islam, peserta didik adalah objek atau bahan mentah dalam proses
transformasi pendidikan. Tanpa adanya peserta didik, keberadaan sistem
pendidikan tidak akan berjalan. Karena kedua faktor antara pendidik dan peserta
didik merupakan komponen paling utama dalam suatu sistem pendidikan.
Secara etimologi peserta didik adalah anak
didik yang mendapat pengajaran ilmu. Dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidh jamaknya adalah Talamidh, yang artinya adalah “murid”,
maksudnya adalah “orang-orang yang menginginkan pendidikan”. Dalam bahasa Arab
dikenal juga dengan istilah Thalib,
jamaknya adalah Thullab, yang artinya
adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu.”
Secara bahasa juga dapat diartikan bahwa peserta
didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan
baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri
dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.
Pertumbuhan yang menyangkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.
Secara terminologi peserta didik adalah anak
didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih
memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai
bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah
seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik
dari segi fisik dan mental maupun pikiran. (Drs. Abu Ahmadi dan Dra. Nur
Uhbiyati, 2006: 40)
Peserta didik menurut ketentuan umum Undang-Undang RI No.20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional yaitu: “Peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui
proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.”
Peserta didik adalah makhluk yang sedang
berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya
masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju
ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. (H.Marifin, 1991: 144)
Peserta didik adalah individu yang memiliki
kepribadian, tujuan, cita-cita hidup dan potensi diri, oleh karena itu tidak
dapat diperlakukan semena-mena. Peserta didik adalah orang yang memilki pilihan
untuk menuntut ilmu sesuai dengan cita-cita dan harapan masa depannya. Peserta
didik adalah sosok manusia sebagai individu/ pribadi manusia seutuhnya atau
orang yang tidak bergantung dari orang lain dalam arti benar-benar seorang
pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dipaksa dari luar, mempunyai
sifat dan keinginan sendiri. (Eka Prihatin, 2011: 4)
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa peserta didik adalah orang/ individu yang
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuanya
agar tumbuh dan berkembang dengan baik serta memiliki kepuasan dalam menerima
pelajaran yang diberikan oleh gurunya.
4. Dimensi Peserta Didik
Menurut
Widodo Supriyono, manusia merupakan makhluk multidimensional yang berbeda
dengan makhluk-makhluk lainnya. Secara garis besar Widodo Supriyono membagi
manusia dimensi menjadi dua, yaitu dimensi fisik dan rohani. Secara rohani,
manusia mempunyai potensi kerohanian yang tidak terhingga banyaknya. Sedangkan
menurut Zakiah Daradjat (Ramayulis, 2008: 84), membagi manusia menjadi tujuh
dimensi pokok, yaitu dimensi, akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan,
dan sosial kemasyarakatan. Melalui pendidikan Islam, semua dimensi tersebut
harus ditumbuh kembangkan. Adapun dimensi-dimensi yang dimiliki oleh peserta
didik yaitu, di antaranya:
a. Dimensi fisik
atau jasmani; Fisik atau jasmani terdiri atas organisme fisik. Organisme fisik
manusia lebih sempurna dibandingkan organisme-organisme makhluk lainnya. Pada
dimensi ini, proses penciptaan manusia memiliki kesamaan dengan hewan atau
tumbuhan, sebab semuanya termasuk dari alam.
b. Dimensi akal;
Al-Ishfahami, membagi akal manusia menjadi dua macam yaitu Aql Al-Mathhu’ merupakan akal yang menduduki posisi yang sangat
tinggi, namun tidak bias berkembang tanpa adanya kekuatan dari akal lainnya,
dan Aql al-masmu yaitu akal yang
merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan oleh manusia. Keberadaan akal Aql al-masmu tidak
dapat dilepaskan karena untuk mengarahkan agar akal tetap berada di jalan
tuhannya. Akal ini bersifat aktif dan berkembang sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya lewat proses panca indera. (Ramayulis. 2008:
85)
c. Dimensi keberagamaan; Manusia adalah makhluk yang berketuhanan atau disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut homo religious artinya makhluk yang
beragama. Berdasarkan hasil riset dan observasi, hampir seluruh ahli ilmu jiwa
sependapat bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan
yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya,
bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebiut
merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai
Tuhan. (Ramayulis. 2008: 87)
d. Dimensi akhlak; Salah satu
dimensi manusia yang sangat diutamakan dalam pendidikan Islam adalah akhlak.
Dalam Islam akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan agama sehingga
dikatakan bahwa akhlak tidak dapat lepas dari pendidikan agama. Akhlak menurut
pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan
ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dari dari awal muncul akhlak yang
mulia. Maka akhlak dalam Islam bersumber pada iman dan taqwa dan mempunyai
tujuan langsung yang dekat yaitu diri dan tujuan jauh, yaitu ridha dari Allah
SWT. (Ramayulis. 2008: 88-89)
e. Dimensi rohani
(kejiwaan); Tidak jauh berbeda dengan dimensi akhlak,
dimensi rohani adalah dimensi yang sangat penting dan harus ada pada peserta
didik. Hal ini dikarenakan rohani (kejiwaan) harus dapat mengendalikan keadaan
manusia untuk hidup bahagia, sehat, merasa aman dan tenteram. Penciptaan
manusia tidak akan sempurna sebelum ditiupkan oleh Allah sebagian ruh baginya.
(Ramayulis. 2008: 90-91) Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi yang
sangat penting, dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar
dapat hidup sehat, tentreram dan bahagia. Penciptaan manusia mengalami
kesempurnaan setelah Allah SWT. meniupkan sebagian ruh ciptaan-Nya.
f. Dimensi seni
(keindahan); Seni adalah ekspresi roh dan daya manusia yang
mengandung dan mengungkapkan keindahan. Seni adalah bagian dari hidup manusia.
Allah SWT. telah
menganugerahkan kepada manusia berbagai potensi rohani maupun indrawi (mata,
telinga, dan lain sebagainya). Seni sebagai salah satu potensi rohani, maka
nilai seni dapat diungkapkan oleh perorangan sesuai dengan kecenderungannya,
atau oleh sekelompok masyarakat sesuai dengan budayanya, tanpa adanya batasan
yang ketat kecuali yang digariskan Allah SWT. (Ramayulis. 2008: 93-94)
g. Dimensi sosial; Seorang manusia
adalah makhluk individual dan secara bersamaan adalah makhluk sosial. Dimensi
sosial bagi manusia sangat erat kaitannya dengan sebuah golongan, kelompok,
maupun lingkungan masyarakat. Lingkungan terkecil dalam dimensi sosial adalah
keluarga, yang berperan sebagai sumber utama peserta didik untuk membentuk
kedewasaan. Di dalam Islam dimensi sosial dimaksudkan agar manusia
mengetahui bahwa tanggung jawab tidak hanya diperuntukkan pada perbuatan yang
bersifat pribadi namun perbuatan yang bersifat umum. Dalam dimensi sosial
seorang peserta didik harus mampu menjalin ikatan yang dinamis antara keperntingan pribadi
dengan kepentingan sosial. Ikatan sosial yang kuat akan mendorong setiap
manusia untuk peduli akan orang lain, menolong sesama serta menunjukkan
keimanan kepada Allah SWT. (Ramayulis, 2008: 95-96)
B.
Relasi Secara Manusia antara Pendidik dan Peserta Didik
Pendidikan
seharusnya dipahami sebagai suatu proses timbal balik tiap-tiap pribadi manusia
dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman (sesama teman), dan dengan
alam semesta. Dari proses pendidikan tersebut dapat menimbulkan perubahan pada
pribadi manusia, sebagaimana pendapat Sir gord Frey Thomas dalam A Modern
Philosophy of Education dijelaskan bahwa “By Education means the influence
of environment upon the individual to produce a permanent change in his habits
behaviour, of thoung, and of attitude”. Artinya yang dimaksud dengan
pendidikan adalah hasil pengaruh lingkungan terhadap individu untuk
menghasilkan perubahan yang bersifat permanen di dalam kebiasaan, tingkah laku,
pemikiran dan sikap.
Dari uraian di
atas dapat dilihat bahwa dalam proses pendidikan yang berlangsung, tidak lepas
dari intraction education (hubungan antara peserta didik dengan guru).
Di mana seorang peserta didik itu dalam menuntut ilmu bukan mencari lembaga
tetapi mencari guru, mengapa? Karena seorang peserta didik ini akan mengabdi
kepada gurunya. Hubungan yang terjalin antara peserta didik dengan guru selalu
intim, sebagaimana peserta didik menghormati gurunya seperti seorang ayah dan
mematuhinya, bahkan dalam hal-hal pribadi yang tidak langsung berkaitan dengan
pendidikannya secara formal.
Ada empat bentuk/pola interaksi antara guru dan murid:
1.
Pengajaran berlangsung dalam bentuk transfer
pengetahuan, dimana guru sebagai pemberi dan murid sebagai penerima. Dalam hal
ini guru memberikan segala pengetahuan, segala kebenaran, dan segala yang
dibutuhkan siswa di sekolah (teacher centered) siswa adalah objek yang
pasif. Hubungan antara guru dan siswa berlangsung secara sepihak.metode yang
digunaakn dalam belajar adalah ceramah.
2. Pengajaran
berlangsung dalam bentuk saling memberi dan menerima, dimana guru berfungsi
sebagai mediator, motivator, dan fasilitator agar siswa tahu, mau, dan
beraktifitas untuk belajar.guru hanya salah satu sumber belajar, siswa
merupakan objek dan sekaligus subjek dalam kegiatan PBM. Hubungan guru dan
murid berlangsung timbal balik (dua arah). pada pola ini siswa pasif tetapi
sudah mulai aktif, tetapi masih terbatas antara siswa dengan guru.metode
mengajar yang digunakan adalah tanya jawab, demonstrasi, atau pemberian tugas.
3. Pengajaran
berlangsung dalam bentuk hubungan interaktif antara guru dan siswa dan antara
siswa dengan sesamanya.guru berperan sebagai pembimbing. Pembina dan
fasilitator.siswa merupaakn subjek dan objek, mereka aktif belajar, melaksanakn
tugas, dapat menerima pengalaman dari siswa lain.setiap siswa dimotivasi untuk
ikut aktif dan berperan serta dalam PBM. Pola ini merupakan pola yang abik dipilih guru
karena memberikan peluang kepada siswa untuk menmgembnagkan kreatifitsanya.
Metode yang digunakan guru adalah: diskusi, bermain peanaa, dan kerja kelompok.
4. Pengajaran
berlangsung dalam bentuk proses interaksi siswa dengan siswa dan kosultasi
denagn guru. Guru berperan sebagai konsultan, membei motivasi.dan suaasna agar
siswa aktif sesamanya, saling membimbing dan mengarahkan. Siswa berupaya
mengentaskan atau menyelesaikan masalah atas inisiatif sendiri melalui diskusi,
penelitian, observasi, aatu mengadakan kegiaatn bersama. Dalam hal ini siswa
bebas memanfaatkan semua sumber belajar yang ada. Pola ini merupakan salah satu
pola yang dianjurkan pemakaiannya, mengingat dengan metoda problem solving,
tujuan pengajaran dari aspek pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap dapat
dicapai. (Afnibar, 2005: 53-58)
Interaksi antara manusia selalu mempunyai
motif-motif tertentu guna memenuhi tuntutan
hidup dan kehidupan mereka
masing-masing.interaksi yang berlangsung
di sekitar kehidupan manusia
dapat diubah menjadi “interaksi yang bernilai edukatif” yakni interaksi yang dengan sadar meletakkan
tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuataan seseorang. Interkasi yang
bernilai pendidikan ini dalam dunia pendidikan di sebut sebagai “interaksi
edukatif”.
Interaksi edukatif harus menggambarkan
hubungan aktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagi meduimnya, sehingga
interaksi itu merupakan hubungan yang bermakna dan kreatif. Semua unsur
interaksi Edukatif harus berproses dalam ikatan tujuan pendidikan.karena itu,
interaksi edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru
dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.
Proses interaksi edukatif adalah suatu proses
yang menganding sejumlah norma. Semua norma itulah yang harus guru transfer
kepada anak didik.dan dapat dikatakan bahwa interaksi edukatif adalahhubungan
dua arah antaar guru dan murid dengan sejumlah norma sebagai mediumnya intuk
mencapai tujuan pendidikan. (Djamarah, 2000: 11)
Dalam interaksi antara pendidik dan peserta didik ini akan
membentuk hubungan timbal balik antara hak pendidik yang akan menjadi suatu
kewajiban bagi peserta didik dan kewajiban pendidik yang akan menjadi hak
peserta didik. Hubungan antara pendidik dan peserta didik digambarkan dalam
kitab Al-Risalah Al-Maimuniyah karya Syaikh Imam Ali bin Maimun dalam 4 konsep
berikut:
1.
Pendidik
dan peserta didik hendaknya selalu bersama, atau peserta didik selalu mengikuti
pendidik.
Memandangkan
kedudukan guru itu sangat mulia, maka seharusnya mereka dihormati dan dikenang
jasanya sepanjang hayat. Para sahabat dan salaf al-soleh merupakan suri
tauladan umat manusia yang telah memberikan banyak contoh dalam menghormati
seorang guru. Rasulullah sallallahualaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا
مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا
(رواه احمد)
Artinya: “Tidak termasuk golongan
kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda
serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan
pandangannya).” (Riwayat Ahmad)
Diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi
rahimahullah, Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu mengatakan:
تَوَاضَعُوا
لِمَنْ تَعَلَّمُونَ مِنْهُ
Artinya: “Tawadhu’lah kalian
terhadap orang yang mengajari kalian.”
Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah
(dalam kitabnya Hilyah Tolib al-Ilm) mengatakan (mafhumnya), “Beradab
lah dengan yang terbaik pada saat kamu duduk bersama syaikhmu, gunakanlah cara
yang terbaik ketika bertanya dan mendengarkannya.”
Manakala Ibnu al-Jamaah mengatakan (mafhumnya),
“Seorang penuntut ilmu harus duduk dengan sopan di hadapan gurunya, tenang,
tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak menyelunjurkan kaki, tidak bersandar,
tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi dari
gurunya juga tidak membelakangi gurunya.”
Guru harus diperlakukan lebih dari
orang pada umumnya. Hal ini karena para guru sesungguhnya pewaris para Nabi.
Para guru mewariskan kepada para peserta didiknya ilmu, yang membuat peserta
didik mencapai pribadi utama. Nabi SAW mengatakan, dengan diwariskannya ilmu
kepada peserta didik, maka peserta didik mendapat keberuntungan yang sangat
besar.
Abuddin Nata dan Fauzan mengatakan
bahwa peserta didik hendaklah menghormati, memuliakan dan mengagungkannya
karena Allah, dan berupaya menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
Peserta didik juga mesti bersikap sopan dan mencintai guru karena Allah,
selektif dalam bertanya dan tidak berbicara kecuali setelah mendapat perkenan
dari guru. Jika peserta didik melakukan kesalahan kepada guru, maka segera
mengakuinya dan meminta maaf kepada guru.
2.
Peserta
didik selalu meminta bimbingan dan petunjuk
dari pendidiknya.
Sebagai seorang peserta didik
hendaknya selalu mendengarkan dan berkumpul dengan guru. Tanpa bimbingan dan
tunjuk ajar dari mereka kita tidak mempunyai asas yang kuat untuk mengamalkan
kefardhuan asas dalam Islam. Kita sedar bahawa ilmu yang ada pada diri kita ini
sebenarnya hanyalah sedikit.
Para sahabat Rasulullah SAW, tidak
pernah kita dapati mereka beradab buruk kepada Nabi, mereka tidak pernah
memotong ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya. Bahkan Umar bin
al-Khattab RA. yang terkenal keras wataknya tidak pernah meninggikan suaranya
di depan Rasulullah SAW. Hadits yang dikeluarkan daripada Abi Said al-Khudry
RA. juga menjelaskan:
كُنَّا جُلُوسًا فِي الْمَسْجِدِ فَخَرَجَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَلَسَ إلَيْنَا وَلَكَأَنَّ
عَلَى رُءُوسِنَا الطَّيْرَ، لَا يَتَكَلَّمُ أَحَدٌ مِنَّا (رواه مسلم)
Artinya: “Saat kami sedang
duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah sallallahualaihi wasallam,
kemudian beliau duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat
burung. Tidak ada satu pun daripada kami yang berbicara.” (H.R. Muslim)
Selain itu, Sebagai seorang peserta
didik yang baik, juga harus menjauhkan diri dari persoalan-persoalan duniawi,
mengurangi keterikatan dengan dunia dan masalah-masalahnya dapat mengganggu
lancarnya penguasaan ilmu. Dan menjauhkan dari kaum keluarga dan kampung
halaman sebab segala hubungan itu mempengaruhi dan memalingkan hati kepada yang
lain.
Al-Ghazali mengatakan: Menyedikitkan
hubungan dengan kesibukan-kesibukan dunia menjauh dari keluarga dan tanah air,
karena hubungan-hubungannya itu menyibukkan dan memalingkan.
3.
Pendidik
dan peserta didik memiliki tujuan yang sama.
Di
dalam Alqur`an terdapat kisah adab yang baik seorang peserta didik terhadap
gurunya, kisah Nabi Musa dan Khidir. Pada saat Nabi Musa AS. meminta Khidir
untuk mengajarkannya ilmu. Allah berfirman dalam surah al-Kahfi ayat 67:
إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْراً (الكهف: ٦۷)
Artinya:
“Khidir menjawab, sungguh engkau (Musa) tidak akan sanggup sabar bersamaku.”
(Q.S. Al-Kahfi: 67)
Nabi
Musa dengan segenap ketinggiannya di hadapan Allah, tidak diizinkan untuk
mengambil ilmu dari Khidir. Allah berfirman dalam Alqur`an surah al-Kahfi ayat
70:
فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْراً (الكهف:
۷۰)
Artinya:
“Khidir berkata, jika engkau mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku
tentang sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya.” (Q.S. Al-Kahfi: 70)
Jangan
bertanya sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada Musa. Maka jika seorang
guru tidak mengizinkan untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah sampai
guru mengizinkan bertanya.
Bagaimana
perasaan seorang guru jika melihat peserta didik sekaligus lawan bicaranya dan
tidak mahu mendengar saranannya? Sungguh rugilah para peserta didik yang
membuat hati gurunya kecewa kerana tidak mengendahkan percakapannya.
Banyak
dari kalangan salaf berkata;
ما صليت إلا ودعيت لوالدي ولمشايخي جميعاً
Artinya:
“Tidaklah aku mengerjakan solat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku
dan guru-guruku semuanya.”
Benar,
para guru bukanlah malaikat, mereka tetap berbuat kesalahan. Tetapi janganlah
kita mencari-cari kesalahannya dan mengunjingnya di khalayak. Sungguh mulia
akhlak para Salaf terdahulu dalam doanya:
اللهم استر عيب شيخي عني ولا تذهب بركة علمه
مني
Artinya:
“Ya Allah tutupilah aib guruku dariku, dan janganlah kau hilangkan keberkahan
ilmuya dari ku.”
Namun,
hal ini bukanlah berarti ia menjadi penghalang untuk menegur guru di atas
kesalahannya yang jelas, iaitu dengan meneliti adab dalam menegur mulai dari
cara yang sopan, lembut saat menegur dan tidak menegurnya di depan orang ramai.
Bersabarlah dalam mendampingi mereka dan jangan berpaling darinya untuk
mengambil keberkatan ilmunya. Allah berfirman dalam Alqur`an surah al-Kahfi
ayat 28:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ
يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ
فُرُطًا (الكهف: ۲٨)
Artinya:
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di
pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (kerana) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah
kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami,
serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Q.S.
Al-Kahfi: 28)
Al-Ghazali
mengatakan: Tidak sombong karena ilmu dan tidak menentang guru namun ia
serahkan kendali urusannya kepada guru itu secara keseluruhan dalam setiap
rincian dan mendengarkan dokter yang sayang dan cerdik. Seorang pelajar itu
jangan menyombong dengan ilmunya dan jangan menentang gurunya.
4.
Peserta
didik selalu mengingat jasa-jasa pendidik.
Sebagai
seorang peserta didik hendaknya selalu mengingat jasa-jasa guru yang telah
menyelamatnya dari kelamnya dunia kegelapan atau kebodohan. Cara seorang
peserta didik mencintai gurunya adalah mendoakan guru dengan mengirim Fatihah
adalah suatu cara batin untuk saling mengenal ruh, dan sudah bisa dipastikan
selama guru anda itu orang baik baik, dapat dipastikan anda akan dekat dengannya
di hari kiamat, sebagaimana Hadits Rasul SAW bahwa seseorang itu akan bersama
orang yang ia cintai.
Ada beberapa adab yang harus
diperhatikan oleh peserta didik dalam mencintai gurunya: 1) mencintai mereka
seperti mencintai diri sendiri. Tidak mengistimewakan diri sendiri atas mereka;
2) Setiap kali berjumpa mereka, engkau harus bersedia memulai salam, mengajak
bersalaman dan berbicara manis. Rasulullah saw bersabda, “Apabila dua orang
muslim bersalaman, telapak tangan keduanya tiada lepas sebelum Allah memberikan
ampunan pada keduanya” (HR. Ath-Thabrani); dan 3) Memperlakukan mereka
dengan akhlak yang baik. Engkau harus memperlakukan mereka dengan perlakuan
yang kau senangi bila mereka memperlakukanmu dengan perlakuan itu, dengan cinta
dan kasih sayang. Akhlak yang baik itu merupakan penghimpun kebaikan. Cukuplah
pujian Allah terhadap Rasulullah sebagai bukti dalam Alqur`an surat Al-Qalam
ayat 4:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم: ٤)
Artinya: Sesungguhnya engkau
benar-benar berada dalam akhlak yang agung. (QS. Al-Qalam: 4)
Rasulullah SAW bersabda:
اكمل المؤمنين ايمانا احسنهم خلقا (رواه الترمذي
وابن حبان)
Artinya: Mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling sempurna akhlaknya (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu
Hibban).
Salah seorang ‘Arif berkata, “Tidaklah
seorang mulia menjadi mulia kerena banyak shalat atau banyak puasa, tidak pula
karena banyak mujahadah. Seorang menjadi mulia dengan akhlak yang baik”.
Standar mulia seseorang tidak ditentukan oleh banyaknya ibadah, banyaknya zikir
dan suluk tapi oleh akhlak, apa bila akhlaknya buruk maka tidak ada kemuliaan
pada diri orang tersebut. Imam Al-Junaid berkata, “Ada empat hal yang bisa
mengangkat seorang hamba mencapai derajat paling tinggi, meskipun amal dan
ilmunya amat sedikit. Yakni: bijaksana, berendah diri (tawadhu’), dermawan dan
budi pekerti yang baik”.
Pada tahap selanjutnya Guru akan
mengajarkan banyak hal tentang persahabatan, cinta kasih dan sikap saling
menyayangi diantara sesama peserta didik. Guru saya pernah menasehati kepada
peserta didiknya, “Diantara kalian harus saling menyanjung”, makna
menyanjung disini adalah memberikan pujian terhadap hal yang baik dari saudara.
Beliau juga berkata, “Janganlah diantara kalian saling menjatuhkan dan
mencari-cari kesalahan saudara sendiri”. Sangat mudah bagi kita untuk
mencari kesalahan orang lain karena itu memang sifat alamiah manusia. Karena
itu Guru memberikan nasehat kepada peserta didiknya agar tidak mencari-cari
kesalahan saudaranya yang akan berakibat perpecahan diantara sesama peserta didik.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Pendidik secara fungsional menunjukkan kepada
seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan,
pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. Orang yang melakukan kegiatan ini bisa
siapa saja dan di mana saja. Di rumah, orang yang melakukan tugas tersebut
adalah kedua orang tua, karena secara moral dan teologis merekalah yang
diserahi tanggung jawab pendidikan anak-anaknya. Selanjutnya di sekolah tugas
tersebut dilakukan oleh guru, dan di masyarajat dilakukan oleh
organisasi-organisasi kependidikan dan sebagainya.
2.
Peserta didik adalah anak didik atau individu
yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan
arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses
pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah
mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental
maupun pikiran.
3.
Interaksi
antara pendidik dan peserta didik ini akan membentuk hubungan timbal balik
antara hak pendidik yang akan menjadi suatu kewajiban bagi peserta didik dan
kewajiban pendidik yang akan menjadi hak peserta didik. Hubungan antara
pendidik dan peserta didik digambarkan dalam kitab Al-Risalah Al-Maimuniyah
karya Syaikh Imam Ali bin Maimun dalam 4 konsep: 1) Pendidik dan peserta didik
hendaknya selalu bersama, atau peserta didik selalu mengikuti pendidik; 2) Peserta
didik selalu meminta bimbingan dan petunjuk
dari pendidiknya; 3) Pendidik dan peserta didik memiliki tujuan yang
sama; dan 4) Peserta didik selalu mengingat jasa-jasa pendidik.
DAFTAR PUSTAKA
Afnibar (2005). Memahami Profesi dan Kinerja Guru. The
Minangkabau Foundation, Jakarta Barat.
Al-Abrasyi, Mohd. Athiyad (1987). Dasar-dasar pokok Prndidikan
Islam. Bulan Bintang, Jakarta.
Ali Khan, Shafique (2005). Filsafat pendidikan . CV. Pustaka Setia, Bandung.
Asnawir. (2003). Dasar-dasar kependidikan. IAIN Press, Padang.
Athiyah, Mohammad (1970). Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam. Bulan
Bintang, Jakarta.
Azhari, Akyas (1996). Psikologi pendidikan. PT. Karya Toha Putra, Semarang.
Djamarah, Syaiful Bahri (2000). Guru dan Anak Didik dalam
Interaksi Edukatif. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Hasan, M. Ali dan Mukti Ali (2003). Kapita Selekta Pendidikan
Agama Islam. CV. Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta.
Lunggung, Hasan (1988). Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21. Pustaka
al-Husna, Jakarta.
Nata, Abuddin (1997). Filsafat pendidikan islam. Logos Wacana
Ilmu, Jakarta.
Nizar, Samsul (2002). Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan
historis teoritis dan praktis. Ciputat Pres, Jakarta.
Ramayulis & Nizar Samsul (2009). Filsafat Pendidikan Islam. Kalam Mulia, Jakarta.
Tafsir, Ahmad (1992). Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam. Rosdakarya,
Bandung.
Tatapangasara, Humaidi (tt). Akhlak yang Mulia. PT. Bina
Ilmu, Surabaya.
Syaikh ‘Ali bin Maimun. (2005). Al-Risalah Al-Maimuniyah.
Al-Haramain, Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar